SULAP BELIMBING APKIR MENJADI SAOS
SULAP BELIMBING APKIR MENJADI SAOS
Oleh Rini Marina
Sebelah barat pinggiran kota ledre, tepatnya
Desa Ngringinrejo Kecamatan Kalitidu. Di desa itulah saya mengabdikan diri sebagai
guru SMP Negeri 2 Kalitidu. Bagi masyarakat Bojonegoro dan sekitarnya, desa ini
sudah tidak asing lagi. Sebab desa ini telah dikenal dengan Agro wisata
Belimbing. Letak kebun belimbing dengan sekolah, hanya sekitar dua kilo meter
saja.
Sebelumnya petani belimbing hanya
menjual buahnya saja. Perubahan pola pikir kini kian terlihat. Berdirinya
kelompok tani yang terorganisir membuat laju pertumbuhan ekonomi meningkat.
Kreatifitas para petani dikelola secara maksimal. Sehingga buah belimbing telah
menjadi produk olahan. Saat ini mereka menjadikan buah belimbing dijadikan
bahan utama pembuatan sirup, dodol serta keripik.
Melimpahnya hasil kebun yang ada di
daerah wisata belimbing membuat petani makin meningkat penghasilannya. Mereka tidak
langsung menjual seluruh hasil petikannya. Namun ada proses sortir sebelum buah
dijual. Penjualan buah belimbing tidak hanya di Bojonegoro saja, akan tetapi ke
beberapa daerah lainnya.
Pengunjung selalu memetik dan membeli
buah belimbing dengan kualitas super. Mereka bebas memilih sesuai selera. Buah
belimbing dengan kisaran berat antara satu sampai dua buah per kilo. Sungguh
menggiurkan bagi para pembeli. Nasib buah belimbing apkir memberikan dampak
yang kurang baik pada petani. Sebagian besar dari mereka membiarkannya, hingga
akhirnya busuk dan dibuang. Meskipun buah-buah apkir dijajakan tetap tidak ada
yang meliriknya.
Melihat fenomena yang ada di lingkungan
sekitar, saya sangat tertarik dan penasaran dengan buah belimbing apkiran.
Berbagai referensi yang saya peroleh, baik dari buku maupun video. Tidak lupa
peran suami, yang selalu saya ajak untuk berdiskusi tentang apa yang sedang
saya pikirkan. Akhirnya ia memberikan ide yang cemerlang. Mengolah buah
belimbing apkir dijadikan saos.
Berbagai pertanyaan saya lontarkan.
“Mengapa harus saos?”. Itulah pertanyaan yang saya berikan padanya. Lantas dengan
santainya ia menjawab, “Coba lihat saja sekarang hampir semua makanan ringan
maupun camilan menggunakan saos, sebagai teman makan. Jika membuat sirup, dodol
atau yang lainnya jelas kita kalah dengan pabrik. Akan tetapi saos yang berasal
dari buah belimbing masih langka sekali. Kebanyakan saos yang beredar di
masyarakat memakai saos tomat ataupun cabe. Tidak jarang saos itu mengandung
bahan pewarna dan pengawet.
Keesokan harinya saya membeli buah
belimbing apkir dari petani. Tentu harganya lebih murah dibanding dengan yang
super. Sebagai bahan uji coba saya membeli lima kilo gram terlebih dahulu.
Hampir setiap pulang sekolah saya mencoba membuatnya. Per hari satu kilo buah
belimbing apkir saya pakai uji coba. Saos hasil uji coba yang saya buat tidak
mengandung bahan kimia berbahaya.
Bahan-bahan yang saya pakai semuanya
alami. Mulai dari buah belimbing, buah belimbing wuluh, cabai, bawang putih,
gula serta garam dapur. Saos dibuat dengan dua rasa, pedas dan orisinal. Untuk
rasa pedas saya pakai cabai merah, akan tetapi warnanya tidak semerah saos yang
menggunakan bahan pewarna. Untuk rasa asam, saya mencoba mulai dari buah asam
yang tua. Buah asam saya campur dengan air panas kemudian diambil airnya. Namun
hasil yang diharapkan kurang memuaskan. Pada uji coba berikutnya saya
menggunakas cuka yang ada dipasaran. Lagi-lagi rasanya juga kurang begitu
memuaskan.
Tanpa sengaja ide itu muncul begitu
saja. Di saat saya duduk sambil memegangi cuka, dilabel botol terdapat gambar
belimbing wuluh. Dengan rasa penasaran saya mencari belimbing wuluh. Akhirnya
menemukan di rumahnya tetangga. Tentu saja saya minta izin untuk minta buah
belimbing wuluhnya.
Selepas sholat maghrib saya sudah tidak
sabar lagi untuk mencobanya. Setelah semua bahan tersedia, saya memulainya kembali.
Hasil saos yang menggunakan rasa asam dengan buah asam, cuka dan buah belimbing
wuluh saya cicipi. Ternyata rasa yang paling mantap menggunakan rasa asam dari buah
belimbing wuluh.
Uji coba yang saya lakukan di rumah
akhirnya membuahkan hasil. Rasa saos buah belimbing sangat berbeda dengan yang
ada dipasaran. Tentu sangat mengundang selera. Sekali mencocolkan gorengan atau
makanan lainnya pasti ingin terus. Uniknya tidak membosankan. Benar-benar
nikmat.
Pengalaman berharga ini tentu sedapat
mungkin saya tularkan pada siswa di sekolah. Anak-anak saya fasilitasi sampai
menghasilkan sebuah karya. Mereka sangat antusias dalam mempraktikannya. Pembelajaran
yang tak kalah peting adalah, mereka dapat memanfaatkan barang limbah di
sekitarnya.
Keterampilan hidup di era sekarang
sangat dibutuhkan bagi para siswa. Apalagi mereka berada di daerah pinggiran.
Sebagian besar orang tua mereka adalah petani, pedagang dan buruh. Apabila
mereka hanya diberikan pelajaran secara akademis saja tentu kurang menyentuh.
Sebab mereka membutuhkan pelajaran keterampilan hidup yang sesuai dengan
potensi masing-masing daerah.
Rugi sekali jika barang yang melimpah
tidak kita manfaatkan menjadi sesuatu yang bermanfaat. Mengolah barang yang
melimpah dan mudah didapatkan tentu tidak akan menjadi bangkrut, justru
sebaliknya. Jika biaya produksi lebih murah dari harga jual tentulah usaha itu
akan memperoleh banyak keuntungan. Namun, tidak jarang dari masyarakat yang
mengetahui akan hal itu.
Saos... memang terdengar sangat remeh
temeh. Akan tetapi kita tidak pernah menyadari kebutuhan saos setiap warung
bakso atau mie. Belum lagi para pedagang keliling yang menggunakan saos.
Biasanya satu warung per minggu membutuhkan tiga sampai lima botol. Padahal
dalam satu desa ada banyak warung. Apalagi jika sampai pada tingkat kabupaten.
Wow..... luar biasa tentu hasil yang kita peroleh. Selain rasanya yang menggoda
juga sangat aman bagi tubuh.
Sungguh ironis sekali, adanya
pemberitaan di media bahwa saos yang beredar menggunakan bahan-bahan yang berbahaya.
Memang kita harus selektif dalam mengkonsumsi makanan yang masuk ke tubuh kita.
Lantas bagaimana dengan anak-anak kita yang notabene dengan bahan berbahaya. Mulailah
memanfaatkan bahan yang tersedia di alam ini, sehingga kita akan selalu
bersyukur.
Selain sehat juga dapat menghasilkan
uang tambahan. Apalagi kita buat home
industri yang legal. Jelas sangat membantu masyarakat sekitar kita.
Membantu tidak hanya berupa memberi sejumlah uang atau barang. Tapi membuka
lapangan pekerjaan bagi warga sekitar jauh lebih bermanfaat.
Oleh Rini Marina
Sebelah barat pinggiran kota ledre, tepatnya
Desa Ngringinrejo Kecamatan Kalitidu. Di desa itulah saya mengabdikan diri sebagai
guru SMP Negeri 2 Kalitidu. Bagi masyarakat Bojonegoro dan sekitarnya, desa ini
sudah tidak asing lagi. Sebab desa ini telah dikenal dengan Agro wisata
Belimbing. Letak kebun belimbing dengan sekolah, hanya sekitar dua kilo meter
saja.
Sebelumnya petani belimbing hanya
menjual buahnya saja. Perubahan pola pikir kini kian terlihat. Berdirinya
kelompok tani yang terorganisir membuat laju pertumbuhan ekonomi meningkat.
Kreatifitas para petani dikelola secara maksimal. Sehingga buah belimbing telah
menjadi produk olahan. Saat ini mereka menjadikan buah belimbing dijadikan
bahan utama pembuatan sirup, dodol serta keripik.
Melimpahnya hasil kebun yang ada di
daerah wisata belimbing membuat petani makin meningkat penghasilannya. Mereka tidak
langsung menjual seluruh hasil petikannya. Namun ada proses sortir sebelum buah
dijual. Penjualan buah belimbing tidak hanya di Bojonegoro saja, akan tetapi ke
beberapa daerah lainnya.
Pengunjung selalu memetik dan membeli
buah belimbing dengan kualitas super. Mereka bebas memilih sesuai selera. Buah
belimbing dengan kisaran berat antara satu sampai dua buah per kilo. Sungguh
menggiurkan bagi para pembeli. Nasib buah belimbing apkir memberikan dampak
yang kurang baik pada petani. Sebagian besar dari mereka membiarkannya, hingga
akhirnya busuk dan dibuang. Meskipun buah-buah apkir dijajakan tetap tidak ada
yang meliriknya.
Melihat fenomena yang ada di lingkungan
sekitar, saya sangat tertarik dan penasaran dengan buah belimbing apkiran.
Berbagai referensi yang saya peroleh, baik dari buku maupun video. Tidak lupa
peran suami, yang selalu saya ajak untuk berdiskusi tentang apa yang sedang
saya pikirkan. Akhirnya ia memberikan ide yang cemerlang. Mengolah buah
belimbing apkir dijadikan saos.
Berbagai pertanyaan saya lontarkan.
“Mengapa harus saos?”. Itulah pertanyaan yang saya berikan padanya. Lantas dengan
santainya ia menjawab, “Coba lihat saja sekarang hampir semua makanan ringan
maupun camilan menggunakan saos, sebagai teman makan. Jika membuat sirup, dodol
atau yang lainnya jelas kita kalah dengan pabrik. Akan tetapi saos yang berasal
dari buah belimbing masih langka sekali. Kebanyakan saos yang beredar di
masyarakat memakai saos tomat ataupun cabe. Tidak jarang saos itu mengandung
bahan pewarna dan pengawet.
Keesokan harinya saya membeli buah
belimbing apkir dari petani. Tentu harganya lebih murah dibanding dengan yang
super. Sebagai bahan uji coba saya membeli lima kilo gram terlebih dahulu.
Hampir setiap pulang sekolah saya mencoba membuatnya. Per hari satu kilo buah
belimbing apkir saya pakai uji coba. Saos hasil uji coba yang saya buat tidak
mengandung bahan kimia berbahaya.
Bahan-bahan yang saya pakai semuanya
alami. Mulai dari buah belimbing, buah belimbing wuluh, cabai, bawang putih,
gula serta garam dapur. Saos dibuat dengan dua rasa, pedas dan orisinal. Untuk
rasa pedas saya pakai cabai merah, akan tetapi warnanya tidak semerah saos yang
menggunakan bahan pewarna. Untuk rasa asam, saya mencoba mulai dari buah asam
yang tua. Buah asam saya campur dengan air panas kemudian diambil airnya. Namun
hasil yang diharapkan kurang memuaskan. Pada uji coba berikutnya saya
menggunakas cuka yang ada dipasaran. Lagi-lagi rasanya juga kurang begitu
memuaskan.
Tanpa sengaja ide itu muncul begitu
saja. Di saat saya duduk sambil memegangi cuka, dilabel botol terdapat gambar
belimbing wuluh. Dengan rasa penasaran saya mencari belimbing wuluh. Akhirnya
menemukan di rumahnya tetangga. Tentu saja saya minta izin untuk minta buah
belimbing wuluhnya.
Selepas sholat maghrib saya sudah tidak
sabar lagi untuk mencobanya. Setelah semua bahan tersedia, saya memulainya kembali.
Hasil saos yang menggunakan rasa asam dengan buah asam, cuka dan buah belimbing
wuluh saya cicipi. Ternyata rasa yang paling mantap menggunakan rasa asam dari buah
belimbing wuluh.
Uji coba yang saya lakukan di rumah
akhirnya membuahkan hasil. Rasa saos buah belimbing sangat berbeda dengan yang
ada dipasaran. Tentu sangat mengundang selera. Sekali mencocolkan gorengan atau
makanan lainnya pasti ingin terus. Uniknya tidak membosankan. Benar-benar
nikmat.
Pengalaman berharga ini tentu sedapat
mungkin saya tularkan pada siswa di sekolah. Anak-anak saya fasilitasi sampai
menghasilkan sebuah karya. Mereka sangat antusias dalam mempraktikannya. Pembelajaran
yang tak kalah peting adalah, mereka dapat memanfaatkan barang limbah di
sekitarnya.
Keterampilan hidup di era sekarang
sangat dibutuhkan bagi para siswa. Apalagi mereka berada di daerah pinggiran.
Sebagian besar orang tua mereka adalah petani, pedagang dan buruh. Apabila
mereka hanya diberikan pelajaran secara akademis saja tentu kurang menyentuh.
Sebab mereka membutuhkan pelajaran keterampilan hidup yang sesuai dengan
potensi masing-masing daerah.
Rugi sekali jika barang yang melimpah
tidak kita manfaatkan menjadi sesuatu yang bermanfaat. Mengolah barang yang
melimpah dan mudah didapatkan tentu tidak akan menjadi bangkrut, justru
sebaliknya. Jika biaya produksi lebih murah dari harga jual tentulah usaha itu
akan memperoleh banyak keuntungan. Namun, tidak jarang dari masyarakat yang
mengetahui akan hal itu.
Saos... memang terdengar sangat remeh
temeh. Akan tetapi kita tidak pernah menyadari kebutuhan saos setiap warung
bakso atau mie. Belum lagi para pedagang keliling yang menggunakan saos.
Biasanya satu warung per minggu membutuhkan tiga sampai lima botol. Padahal
dalam satu desa ada banyak warung. Apalagi jika sampai pada tingkat kabupaten.
Wow..... luar biasa tentu hasil yang kita peroleh. Selain rasanya yang menggoda
juga sangat aman bagi tubuh.
Sungguh ironis sekali, adanya
pemberitaan di media bahwa saos yang beredar menggunakan bahan-bahan yang berbahaya.
Memang kita harus selektif dalam mengkonsumsi makanan yang masuk ke tubuh kita.
Lantas bagaimana dengan anak-anak kita yang notabene dengan bahan berbahaya. Mulailah
memanfaatkan bahan yang tersedia di alam ini, sehingga kita akan selalu
bersyukur.
Selain sehat juga dapat menghasilkan
uang tambahan. Apalagi kita buat home
industri yang legal. Jelas sangat membantu masyarakat sekitar kita.
Membantu tidak hanya berupa memberi sejumlah uang atau barang. Tapi membuka
lapangan pekerjaan bagi warga sekitar jauh lebih bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar